Benarkah Mujahidin Aliran Sesat dan Mengkafirkan Kaum Muslimin ?
Diposting pada Ahad, 31-10-2010 | 10:02:19 WIB
Akhirnya negara menggunakan tangan orang-orang yang mengaku sebagai ulama untuk menjinakkan mujahidin, berhasrat merubah aqidah para penyeru tauhid dan jihad dengan segala cara termasuk dengan mendistorsi dan mendangkalkan pemahaman Islam yang sempurna.
Berita yang didapat penulis dari media-media online adalah kerjasama antara PBNU yang dimotori oleh Said Aqil Siradj bersama Ansyaad Mbai yang menjabat sebagai ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan mengirim da’i-da’i untuk mendoktrin dengan pamahaman yang “benar” tentang Islam menurut versi penguasa.
Yang menjadi pertanyaan adalah benarkah pemahaman orang-orang yang dituduh sebagai teroris itu salah, mari kita cari tahu dengan benar dan hati terbuka, bukan sekedar penafsiran yang berlandaskan nafsu dan pesanan kaum kafir yang ingin melemahkan perjuangan kaum muslimin.
Dalam kitab rujukan orang-orang yang dituduh teroris yaitu Dakwah Muqowamah Islamiyah ‘Alamiyah yang ditulis oleh syaikh Abu Mus’ab As-Suri kita akan menyelami aqidah mereka dan kenapa mereka menempuh jalan itu dan benarkah keyakinan mereka itu bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah atau hanya rekayasa mereka saja untuk membenarkan nafsu mereka.
Agar tidak terjadi kesalah-pahaman dikalangan kaum muslimin dan menuduh dengan membabi-buta bahwa para mujahidin adalah sekte sesat dan terjerumus dalam pemahaman yang mengkafirkan sesama kaum muslimin, maka saya memohon untuk orang-orang yang ikhlas untuk mempelajari aqidah dan manhaj mujahidin, agar masalah ini tidak berlarut-larut dan menimbulkan polemik yang lebih hebat dampaknya kepada Islam dan kaum muslimin.
Dibawah ini adalah terjemahan dari kitab yang saya sebutkan diatas, semoga Allah menambah pahala bagi orang yang menerjemahkannya dan menjadi pencerahan bagi orang yang salah menilai aqidah,manhaj dan tujuan mujahidin yang hari ini difitnah sebagai teroris oleh Amerika dan antek-anteknya –semoga Allah mengalahkan mereka semua-.
Anggaran Dasar Dakwah Muqowamah Islamiyah ‘Alamiyah yang nantinya disingkat dengan (DMIA) terfokus dan dibangun di atas dasar-dasar Aqidah Islam dan Siyasah Syar’iyah yang diselaraskan dengan pemahaman terhadap realita politik umat Islam hari ini, kaidah ’menghindari mafsadah dan meraih maslahat’, fikih dloruroh, mempertimbangkan pilihan prioritas dan memperhatikan sebab akibat yang dibangun di atas pemaham yang detail terhadap kondisi kaum muslimin dan situasi dunia internasional yang ada di sekelilingnya.
Kemudian di sini kami akan memaparkan dasar-dasar Aqidah Jihadiyah Qitaliyah menurut DMIA secara singkat karena pada pembahasan berukutnya akan dijelaskan perinciannya dan dalil-dalil syar’inya untuk poin-poin terpenting pada anggaran dasar tersebut, insya Alloh.
Pasal 1
DMIA bukanlah sebuah partai atau organisasi atau jamaah tertentu dan terbatas. Akan tetapi DMIA adalah seruan terbuka yang misinya adalah melawan Kolonial Salibis-Zionis yang melancarkan agresi terhadap Islam dan kaum muslimin. Sehingga memungkinkan bagi organisasi atau jamaah atau individu manapun yang menerima manhaj, misi dan metode yang ditempuh oleh DMIA untuk bergabung, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pasal 2
Aqidah yang dianut oleh DMIA adalah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah dengan segala madrasah dan madzhab fikih yang ada di dalamnya. DMIA adalah sebuah seruan untuk melakukan kerjasama dengan seluruh kaum muslimin yang bersyahadat laa ilaaha illallooh Muhammad Rosululloh, yang meyakini bahwa Al Qur’an adalah kitabnya, ka’bah adalah kiblatnya dan umat Islam adalah umatnya.
Atas dasar itu DMIA melaksanakan jihad bersama Ahlus Sunnah, bekerja sama dengan Ahlul Qiblah (orang yang bekiblat kepada ka’bah / orang Islam) dan meminta bantuan kepada setiap orang yang secara tulus ingin membatu kaum muslimin dalam melawan orang-orang yang melanyerang mereka, yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip Siyasah Syar’iyah.
Pasal 3
DMIA meyakini atas disyariatkannya jihad bersama para pemimpin umat Islam dan kaum awamnya, baik yang sholih maupun yang masih sering berbuat dosa, untuk melawan orang-orang kafir yang menyerang kaum muslimin. Dan ini merupakan salah satu prinsip dalam Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Pasal 4
DMIA meyakini bahwa serangan Salibis-Zionis yang dilancarkan terhadap kaum muslimin hari ini adalah sebuah persekutuan yang terdiri dari unsur-unsur berikut:
- Yahudi dan kekuatan Zionis internasional yang dipimpin oleh Israel.
- Kekuatan Salibis Internasional yang dipimpin oleh Amerika, kemudian Rusia dan Negara-negara yang tergabung dalam NATO, serta Negara-negara Salib lainnya yang bersekutu dengan mereka.
- Kekuatan kelompok murtad, yang dipelopori oleh para penguasa dan pemerintah yang ada di Negara-negara Arab dan Islam.
- Orang-orang munafiq, yang dipelopori oleh lembaga-lembaga keagamaan pemerintah dan ulama-ulama penguasa, serta para ulama munafiq lain yang mengekor kepada ulama-ulama penguasa tersebut, demikian pula mediamassa-mediamassa dan kelompok-kelompok intelektual yang membantu musuh dalam memerangi kaum muslimin.
Secara ringkas, skema peperangan hari ini adalah:
Yahudi dan Zionis yang dipimpin Israel + Salibis internasional yang dipimpin Amerika, Inggris, Negara-negara NATO dan Rusia + Negara-negara murtad dan kelompok-kelompk sekuler yang memerangi Islam + orang-orang munafiq dari kalangan ulama pemerintah dan para pemikir yang memerangi Islam X kelompok-kelompok jihad bersenjata.
Pasal 5
DMIA menganggap jihad melawan persekutuan internasional yang terdiri dari kaum Yahudi, Salibis, Murtaddin dan Munafiqin ini hukumnya fardlu ’ain bagi setiap muslim yang bersyahadat laa ilaaha illallooh Muhammad Rosululloh, sehingga orang yang melaksanakannya dapat pahala dan orang yang tidak melaksanakannya berdosa.
Pasal 6
DMIA menganggap bahwa jihad dengan senjata (Jihadus Sinan) dan perang adalah sarana utama untuk menghadapi tiga kelompok pertama dalam persekutuan tersebut (yaitu Yahudi, Salibis dan Murtaddin) dan orang-orang yang berperang bersama mereka. Dan DMIA menganggap bahwa jihad dengan penjelasan (Jihadul Bayan) dan kata-kata merupakan sarana utama dalam menghadapi kelompok-kelompok murtad dari kalangan ulama yang berfihak kepada penjajah dan ulama penguasa serta sarana-sarana media massa mereka.
Pasal 7
DMIA menjadikan firman Alloh ta’ala yang berbunyi:
Dan berperanglah di jalan Alloh. Engkau tidak dibebani kecuali kewajibanmu sendiri dan kobarkanlah semangat orang-orang beriman.
… sebagai motto, dan menganggap perang melawan para aggressor dan sekutu-sekutunya, serta mendakwahkannya merupakan kewajiban yang tergantung pada pundak setiap muslim. Dan prinsip DMIA prinsip dalam setiap gerakannya adalah:
DMIA adalah peperangan umat Islam dan bukan hanya peperangan para mujahid pilihan saja.
Pasal 8
DMIA menganggap wujud Amerika dan sekutu-sekutunya yang memerangi kita, di seluruh negeri kaum muslimin pada hari ini adalah target serangan yang syah dalam jihad. Baik wujudnya itu dalam bentuk militer atau diplomasi atau bisnis atau keamanan atau pemikir atau sipil atau bentuk apapun lainnya. Dan DMIA menuntut agar mereka semua segera hengkang, dan mengancam setiap orang yang tidak mau pergi akan dibunuh dan dihabisi.
Pasal 9
DMIA menganggap bahwa seluruh penguasa negeri kaum muslimin yang berwala’ kepada musuh-musuh kaum muslimin, yaitu Amerika dan sekutu-sekutunya dari bangsa Yahudi dan Salibis, menjalankan hukum di Negara-negara kaum muslimin dengan selain hukum yang diturunkan Alloh, dan membuat berbagai hukum selain hukum yang dibuat Alloh untuk mereka, DMIA menganggap mereka adalah orang-orang kafir yang kepemimpinannya batal secara syar’i. Alloh ta’ala berfirman:
Dan barangsiap tidak memustuskan perkara dengan apa yang diturunkan Alloh mereka adalah … orang-orang kafir … orang-orang dholim … orang-orang fasiq.
Dan mereka sama sekali tidak termasuk apa yang disebutkan dalam firman Alloh ta’ala:
Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Alloh, taatlah kepada Rosul dan ulil amri (pemimpin) di antara kalian.
Di sini Alloh ta’ala memerintahkan kepada kita untuk taat kepada ulil amri di antara kita, sementara mereka bukan lagi dari golongan kita, akan tetapi mereka telah menjadi golongan musuh-musuh kita. Hal ini telah Alloh ta’ala terangkan dalam firman-Nya:
Dan barangsiapa berwala’ kepada mereka maka ia termasuk mereka.
Sementara seluruh ahli tafsir dan para ulama’ yang terpercaya mengatakan bahwa bahwa yang dimaksud [termasuk mereka] itu adalah berarti [kafir seperti mereka].
Sebagai mana juga disebutkan dalam sebuah hadits muttafaq ‘alaih, dari Ubadah bin Ash Shomit rodliyallohu ‘anhu, ia berkata:
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa Sallam, memanggil kami unuk berbai’at. Di antara isi bai’at itu adalah supaya kami mendengar dan taat dalam keadaan senang atau terpaksa, dalam keadaan susah atau senang dan meskipun (pemimpin itu) lebih mementingkan dirinya daripada kami, dan supaya kami tidak menggulingkan penguasa.
Dan beliau bersabda:
“Kecuali kalian melihat kekafiran nyata yang kalian memiliki keterangan dari Alloh ta’ala.” (HR. Muslim)
Lalu adakah kekafiran yang lebih nyata daripada berwala’ kepada musuh, membantu mereka dalam memerangi kaum muslimin, menempatkan mereka pada perbatasan-perbatasan wilayah kaum muslimin, menyokong mereka dengan personal dan sarana untuk memerangi saudara-saudara seagama mereka?!
Dan adakah yang lebih jelas murtadnya selain orang yang mengatur kaum muslimin dengan hukum orang-orang kafir, merubah ajaran, manhaj dan semua pilar-pilar Islam karena menuruti orang-orang kafir. Sementara itu firman Alloh ta’ala dan sunnah Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam sangat jelas dalam menerangkan hukum menggulingkan, memberontak bahkan membunuh mereka sebagaimana yang diperintahkan Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam:
Barangsiapa berganti agama maka bunuhlah dia.
Dan inilah yang akan kami usahakan pelaksanaannya dengan pertolongan Alloh.
Pasal 10
DMIA menganggap atas batalnya segala perjanjian atau jaminan keamanan atau kesepakatan damai atau jaminan yang diberikan oleh para penguasa negeri kaum muslimin kepada orang-orang kafir. Karena para penguasa itu telah murtad dari Islam dan kepemimpinan mereka telah batal. Dan juga karena mereka adalah orang-orang yang telah memberikan wala’ (loyalitas) nya kepada orang-orang kafir, dan membantu orang-orang kafir dalam memusuhi kaum muslimin. Maka mereka itu tidak memiliki legalitas syar’i ataupun hak memberikan perjanjian atau jaminan keamanan atau kesepakatan damai kepada orangorang kafir, sampai ada pemimpin yang syah berdasarkan syareat, yang memberikan jaminan keamanan sesuai dengan perjanjian-perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan syar’i, serta hubungan timbal balik dalam bingkai syariat Islam.
Pasal 11
Setiap orang yang membantu musuh-musuh kaum muslimin, para aggressor, Amerika dan sekutu-sekutunya dalam memusuhi kaum muslimin, lalu ia berperang bersama mereka, atau membantu mereka dalam memerangi kaum muslimin, atau memberikan petunjuk atau bantuan atau ide atau pendapat yang membantu mereka untuk memusuhi kaum muslimin, maka orang tersebut murtad, kafir, keluar dari Islam, wajib diperangi sampai ia kembali dan bertaubat kepada Alloh.
Dan selama ia dalam pekerjaannya itu maka berlaku baginya hukum-hukum murtad yang berupa batalnya akad nikah, putusnya hak saling mewarisi antara dirinya dan keluarganya yang Islam, kalau mati tidak disholatkan, tidak dikuburkan di pekuburan kaum muslimin … dan semua hukum yang telah dijelaskan secara rinci oleh para ulama ahli fikih mengenai hukum-hukum yang berlaku bagi orang murtad. Dan hukum memerangi mereka itu adalah antara wajib dan boleh. Adapun pelaksanaannya disesuaikan dengan kaidah-kaidah maslahat dan mafsadat. Dan hendaknya setiap muslim tahu bahwa dengan perbuatan-perbuatan tersebut ia menjadi murtad baik ia diperangi atau dibiarkan oleh mujahidin.
Pasal 12
Semua orang yang membantu pemerintah murtad, dan ikut bersama mereka dalam memerangi kaum muslimin dan mujahidin, dari kalangan tentara, kepolisian dan petugas keamanan, serta orang-orang yang membantu mereka, yang membela mereka dan melaksanakan perintah-perintah mereka dalam membunuh dan memburu mujahidin, kami tidak memfonis kafir setiap indifidunya. Namun mereka semua diperangi karena secara umum mereka adalah kelompok murtad, tanpa melihat siapa di antara mereka yang bodoh, terpaksa dan memiliki takwilan. Terlebih lagi semua orang baik yang jauh maupun yang dekat, yang mengerti maupun yang bodoh, telah menetahui bahwa para penguasa itu berada di barisan Amerika dan sekutu-sekutunya, dan di bawah bendera dan perintahnya dalam memerangi para pemuda Islam yang berjihad.
Pasal 13
DMIA adalah sebuah seruan untuk berjihad melawan para penjajah dan para pendukungnya, dan bukan seruan untuk mengkafirkan kaum muslimin. Maka setiap orang yang bersyahadat laa ilaaha illallooh Muhammad Rosululloh, darah dan hartanya terlindungi kecuai yang menjadi hak Islam, dan kelak hisab nya terserah kepada Alloh. Dan bukanlah tugas DMIA mengahadapi individu-individu kaum muslimin yang sesat dan menyeleweng, memfonis mereka kafir, bid’ah dan fasiq. Karena ini adalah tugas dan tanggung jawab orang yang telah memiliki kemampuan untuk itu dari kalangan da’i dan ulama’, dan bukan pekerjaan DMIA yang tugas dan pekerjaannya diarahkan kepada perang melawan aggressor.
Pasal 14
Strategi yang digunakan oleh DMIA dalam menghadapi tentara-tentara penjajah dan seluruh bentuk eksistensinya di Negara-negara yang memerangi kaum muslimin, serta kepentingan-kepentingan mereka yang ada di Negara-negara kaum muslimin, DMIA menggunakan perang secara offensive (menyerang) dan defensive (membela diri) dengan menggunakan segala bentuk perlawanan bersenjata.
Namun demikian dalam perang melawan para petugas keamanan, tentara dan pendukung-pendukungnya yang ada di negeara-negara kaum muslimin, DMIA menggunakan strategi perang yang bersifat membela diri (defensive) saja, meskipun perang yang mereka lakukan bersifat offensive dan menggunakan berbagai sarana pertahanan dan serangan. Ini semua dilakukan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan yang tidak samar lagi dan bertujuan untuk menyatukan barisan umat Islam untuk melawan para penjajah yang kafir. Juga sebagai bentuk sikap lemah lembut terhadap seluruh umat Islam sampai benar-benar jelas bagi mereka mana yang benar, dan supaya mereka memiliki kesempatan untuk bergabung dengan barisan umat mereka dan melawan musuh umat mereka. Juga untuk menutup celah fitnah dan perang intern yang tidak ada gunanya. Juga untuk menutup celah bagi para da’i sesat dan media massa thoghut untuk membangun tembok pemisah antara mujahidin dan umat Islam secara umum.
Oleh karena itu DMIA mengajak seluruh kelompok jihad dan perlawanan untuk tidak menjadikan tentara, polisi dan petugas keamanan sebagai target pembunuhan di Negara-negara kita, dan mencukupkan diri dengan sebatas membela diri jika mereka hendak mendholimi kita. Dan DMIA mengajak seluruh kelompok jihad dan perlawanan agar tidak membunuh mereka yang tertawan dan terluka, dan agar berbuat baik kepada mereka dan mendakwahi mereka dengan cara yang baik agar bergabung dengan barisan umat Islam dalam memerangi musuhnya. DMIA juga mengajak seluruh petugas keamanan, tentara dan polisi agar tidak mentaati pimpinan mereka dalam melakukan permusuhan kepada kaum muslimin dan dalam membantu orang-orang kafir yang menjadi musuh-musuh kaum muslimin, DMIA juga mengajak mereka untuk memerangi orang-orang kafir yang menjadi musuh-musuh mereka dan dedengkot-dedengkot mereka dari kalangan tokoh-tokoh kemurtadan, bukan malah memerangi kaum muslimin yang tidak berdosa.
Dan ini adalah ijtihad pribadi DMIA berdasarkan kaidah-kaidah maslahat dan mafsadat, dan berdasarkan pelajaran yang diambil dari pengalaman-pengalaman yang telah lalu. Ini juga merupakan prinsip-prinsip dasar gerakan DMIA setelah prinsip jihad dengan senjata melawan para penjajah siapapun mereka, dan melawan mereka dengan segala sarana yang disyariatkan dan memungkinkan.
(Adapun para tentara yang bekerjasama dengan pasukan penjajah, seperti tentara dan kepolisian di Irak, dan yang semisalnya, seperti tentara India yang memerangi kaum muslimin di Kasymir, maka mereka itu adalah orang-orang murtad yang diperangi sebagaimana para penjajah).
Pasal 15
DMIA berdiri di atas prinsip melawan penjajah yang menyerang agama, jiwa, kehormatan dan harta meskipun penjajah yang menyerang itu seorang muslim. Ini berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shohih:
Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan hartanya maka ia syahid, barangsiapa terbunuh karena mempertahankan darahnya maka ia syahid, barangsiapa terbunuh karena mempertahankan agamanya maka ia syahid, dan barangsiapa terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka ia syahid. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dan juga diriwayatkan bahwa Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa terbunuh karena melawan orang yang akan mendholiminya maka ia syahid. (HR. An Nasa’i)
Dengan demikian DMIA mengajak seluruh mujahidin dan kelompok perlawanan agar tidak menyerahkan diri kepada para tentara thoghut dan kaki tangan penjajah yang hendak memerangi dan menyakitinya. Akan tetapi DMIA mengajak seluruh mujahidin dan kelompok perlawanan untuk memerangi dan membunuh para tentara thoghut dan kaki tangan penjajah tersebut dalam rangka mempertahankan diri, dengan selalu berpegang pada prinsip mempertahankan diri dan tidak merubah sikap dengan jihad melawan mereka secara offensive sebagaimana yang telah kami singgung sebelumnya.
Pasal 16
DMIA menganggap bahwa semua pemerintahan yang didirikan oleh kaum penjajah [sebagaimana yang terjadi di Irak, seperti Dewan Pemerintahan atau Pemerintah yang Ditunjuk], merupakan pemerintah penjajah yang tidak syah yang harus diperangi dan dijatuhkan. Minimal sikap yang wajib diambil terhadap pemerintahan semacam itu adalah diyakini ketidak syahannya dan tidak bekerjasama dengannya. Dan alasan apapun tidak dapat diterima dari orang yang mengaku demi menjaga kemaslahatan Negara dan rakyat, serta mengatur urusan rakyat. DMIA menganggap alasan ini adalah alasan yang batil secara syar’i dan tertolak secara akal. Karena penjajah itu tidak akan mendatangkan selain keburukan dan tidak akan pernah rela kepada siapapun sampai ia mau mengikuti ajarannya, sebabaimana firman Alloh ta’ala:
Dan tidak akan pernah rela orang-orang Yahudi dan Nasrani kepadamu sampai engkau mengikuti ajaran mereka. (Al Baqoroh: 120)
Pasal 17
Oleh karena DMIA meyakini atas kafir dan murtadnya para penguasa yang menjalankan hukum selain hukum yang diturunkan Alloh, yang berwala’ (loyal) kepada musuh-musuh kaum muslimin, sebagaimana seluruh penguasa yang ada di negeri kaum muslimin pada hari ini. Maka DMIA menganggap bahwa berkerja sebagai anggota 3 lembaga pemerintah, yaitu:
- Eksekutif, yaitu pemerintah dan kementrian,
- Legislatif, yaitu Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat atau Majlis Permusyawaratan Rakyat,
- Yudikatif, yaitu pengadilan-pengadilan yang memutuskan perkara dengan selain hukum yang diturunkan Alloh.
… adalah pekerjaan haram dan merupakan perbuatan kekafiran, yang pelakunya minimal berdosa atau kafir, hal itu disesuaikan dengan tanggungjawab dan pekerjaannya, serta sejauh mana unsur kebodohan dan takwil ada pada dirinya. Hal itu akan dijelaskan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya insya Alloh. Dan DMIA mengajak seluruh umat Islam, khususnya para ulama’ dan aktifis Islam, agar menjauhi thoghut yang berupa para penjajah dan orang-orang murtad. DMIA juga mengajak mereka semua agar tidak membikin sesat kaum muslimin dengan keberadaan mereka di dalam sistem thoghut tersebut.
Pasal 18
DMIA menganggap bahwa prinsip-prinsip demokrasi adalah kekafiran kepada Alloh ta’ala, DMIA meyakini bahwa prinsip-prinsip tersebut bertentangan dengan konsekuensi-konsekuensi laa ilaaha illallooh, dan DMIA menganggap bahwa mengajak orang untuk menganut prinsip-prinsip tersebut serta mengamalkannya merupakan perbuatan kekafiran yang pelakunya berdosa, yang mana dosanya bisa sampai tingkatan keluar dari Islam. Itu semua disesuaikan dengan tabiat keyakinannya terhadap prinsip-prinsip tersebut, jenis pekerjaan yang ia lakukan, dan sejauh mana unsur kebodohan dan takwil yang ada pada dirinya.
DMIA juga mengajak seluruh aktifis Islam agar tidak ikut-ikutan dan mendakwahkan Demokrasi, baik dengan cara bekerjasama dengan pemerintah penjajah atau pemerintah murtad. DMIA juga mengajak kepada kaum muslimin untuk tidak ikut-ikutan di dalamnya, memboikotnya dan tidak ikut memberikan suara kepada orang yang mengaku akan melakukan perbaikan ataupun pengrusakan melalui sistem demokrasi. DMIA juga mengajak kepada para aktifis Islam dan para da’i penyeru reformasi untuk menyalurkan aktifitasnya melalui lembaga-lembaga swasta non pemerintah dan ormas-ormas sipil di berbagai bidang kegiatan politik, sosial, keilmuan dan lain-lain yang memiliki misi reformasi, dengan menghindari hal-hal yang mengotori kegiatan dengan masuk dalam sistem kafir. Tujuannya adalah menjauhi thoghut dan memboikot golongan pengrusak dan pengkhianat, baik secara sosial maupun politik di berbagai bidang.
Pasal 19
DMIA menganggap segala usaha yang dilakukan orang-orang yang tulus dalam gerakan Islam, baik yang bersifat dakwah, reformasi, ilmiyah, keagamaan dan lainnya, merupakan usaha yang dibenarkan secara syar’i. Dan yang dilakukan oleh seluruh aliran gerakan Islam, dari jamaah Tabligh, Salafi, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan aliran-aliran gerakan Islam lainnya, demikian pula usaha yang dilakukan oleh para ulama, da’i dan reformis yang independen, di seluruh lapangan gerakan Islam, merupakan gerakan yang patut disyukuri dalam menjaga agama kaum muslimin dan memperbaiki kondisi mereka. Dan DMIA mengajak mereka semua untuk saling bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan, serta dalam mendukung gerakan perlawanan (jihad). DMIA juga menganggap usaha yang mereka lakukan dalam berdakwah merupakan usaha yang mendukung dan memperkuat akar-akar perlawanan (jihad) di tengah-tengah umat dan melindungi unsur-unsurnya. DMIA mengajak mereka semua untuk melupakan titik-titik perbedaan kaum muslimin pada periode ini, dan mengkonsentrasikan pada bahaya yang tengah mengancam di seluruh bidang kebudayaan.
DMIA juga mengingatkan kembali akan keyakinannya bahwa berjihad dengan senjata melawan kaum penjajah Salibis dan Yahudi, serta orang-orang yang loyal dan membantu mereka, atau berperang bersama mereka, merupakan kewajiban syar’i yang hukumnya fardlu ‘ain bagi setiap muslim yang mampu dan tidak termasuk golongan orang-orang yang memiliki udzur syar’i. Yang mana kewajiban itu tidak dapat digugurkan oleh perbuatan-perbuatan baiknya yang lain, sebagaimana zakat tidak menggugurkan kewajiban sholat.
Pasal 20
DMIA menganggap setiap muslim yang bersyahadat laa ilaaha illalloh Muhammad Rosululloh dalam berbagai madzhab dan kelompok, mereka berada dalam lingkaran Islam secara umum yang disebut oleh para fuqoha’ dengan istilah Ahlul Qiblah. Dan DMIA menyerahkan penyelesaian semua perselisihan baik dalam persoalan aqidah, madzhab dan kelompok kepada para ulama’, yang dilakukan dengan cara dialog yang benar, penjelasan yang bijaksana dan nasehat yang baik. Sebagaimana disebutkan dalam firman Alloh ta’ala:
Jika kalian berselisih pendapat mengenai persoalan apapun maka kembalikanlah kepada Alloh dan Rosul.
DMIA juga mencegah terjadinya kekacauan dan peperangan antar umat Islam. Dan mengajak semua kaum muslimin Ahlul Qiblah dari berbagai madzhab, jamaah maupun indifidu untuk saling bekerjasama dalam melawan aggressor dan dalam jihad melawan musuh yang kafir yang menyerang negeri kaum muslimin. DMIA mengajak semuanya untuk menjauhi hal-hal menyulut perseteruan intern, di mana pada saat sekarang ini tidak akan ada yang mengambil manfaat darinya selain musuh yang kafir yang menyerang negeri kaum muslimin.
Pasal 21
DMIA menganggap semua ajaran aliran sekuler baik itu komunisme, sosialisme, demokrasi, nasionalisme dan lain-lain yang merupakan penisbatan diri kepada pemikiran dan keyakinan selain agama Islam dan identitas Islam, DMIA menganggapnya merupakan ajaran kafir dan sesat, yang kadar kekafirannya masing-masing ditimbang dengan timbangan syariat. Akan tetapi DMIA menganggap bahwa mayoritas dari para penganut paham-paham tersebut adalah umat Islam yang bodoh terhadap ajaran agamanya dan tertipu pemikirannya, sebagai dampak dari usaha penyebaran cara berfikir Barat dan perang kebudayaan yang tengah melanda umat Islam. Selain itu banyak di antara mereka yang masih memendam simpati terhadap Islam dan rasa hormat terhadap unsur-unsurnya, sebagaimana mereka juga memendam permusuhan terhadap kaum penjajah, dan keinginan yang tinggi untuk melawan aggressor. DMIA juga mengajak seluruh aliran gerakan Islam dan seluruh kalangan perlawanan Islam untuk melakukan dialog secara baik di kalangan mereka. DMIA juga mengajak seluruh kelompok nasionalis dan para pemuka umat ini untuk mengkaji ajaran agama mereka dan memahaminya dengan sebenar-benarnya, saling tolong-menolong untuk berjihad melawan kafir penjajah dan melawan orang-orang yang bekerjasama dengan mereka, dan berkumpul di bawah syiar Islam untuk mempertahankan kaum muslimin, dan mempertahankan agama dan kebudayaan mereka.
Pasal 22
DMIA menganggap setiap orang Islam yang bersyahadat laa ilaaha illallooh Muhammad Rosululloh adalah orang yang darah dan hartanya dilindungi kecuali yang sudah menjadi hak Islam sedangkan kelak hisab nya terserah kepada Alloh. DMIA menganggap darah seorang muslim termasuk darah yang paling dihormati, dan menjaganya termasuk kewajiban dan perintah yang paling agung yang syariat Islam sangat tegas dalam persoalan ini.
DMIA menganggap apa yang disebutkan dalam sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pada khutbah wada’ yang berbunyi:
Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram bagi kalian sebagaimana keharaman hari kalian ini, di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini. Dan kalian akan bertemu dengan Robb kalian lalu kalian akan ditanya tentang amalan kalian. Ingatlah, jangan sekali-kali kalian sepeninggalku kembali kafir, di mana sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain. Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir.
Apa yang disebutkan di sini merupakan undang-undang ilahi dan nash nabawi yang qoth’i, yang menyeru kepada setiap muslim secara umum dan terkhusus kepada setiap mujahid untuk melindungi darah, kehormatan dan harta setiap muslim.
DMIA juga mengajak kepada setiap mujahid fi sabilillah yang mengerahkan segala kemampuannya, jiwa dan hartanya di jalan Alloh, dan memerangi orang-orang kafir penjajah dari kalangan Salibis dan Zionis, serta seluruh sekutunya, untuk melaksanakan firman Alloh ta’ala:
Wahai orang-orang beriman apabila kalian keluar berjihad di jalan Alloh, hendaknya kalian teliti. An Nisa’: 94)
DMIA juga mengajak mereka berhati-hati agar berusaha jangan sampai menyakiti setiap muslim. Hendaknya mereka bertaqwa kepada Alloh dan merenungkan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam:
Barangsiapa keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah lalu ia mati, maka ia mati seperti matinya orang jahiliyah. Dan barangsiapa berperang di bawah bendera fanatisme golongan, sehingga ia marah karena kelompoknya dan menyeru kepada kelompoknya, atau membela kelompoknya, lalu ia terbunuh maka ia terbunuh sebagaimana orang jahiliyah. Dan barangsiapa keluar kepada umatku, memukul mereka baik yang sholih maupun yang fajir, dan tidak berhati-hati terhadap orang yang beriman di antara mereka, dan tidak memenuhi janjinya maka ia tidak termasuk golonganku dan aku tidak termasuk golongannya. (HR. Muslim)
Pasal 23
DMIA menganggap bahwa semua penganut agama selain Islam yang menjadi warga negara di Negara-negara kita, seperti orang-orang Kristen dan yang lainnya, mereka adalah penduduk yang dijamin oleh Syariat Islam hak kewarganegaraannya dan hak untuk tinggal di tengah-tengah kaum msuimin, dalam bingkai kaidah-kaidah syar’i yang telah dipahami dan dirinci. Mereka diperlakukan sesuai dengan itu semua ketika syariat Alloh berlaku dan ketika ada Imam yang muslim.
Adapun sekarang, DMIA tidak menganggap mereka itu adalah target operasi dalam jihad selama mereka tidak bekerjasama dengan para aggressor. Akan tetapi jihad itu hanya diarahkan kepada para aggressor dari golongan Salibis dan Zionis, serta orang-orang yang bersekutu dengannya meskipun ia mengaku Islam. DMIA juga menyeru mereka yang menganut selain agama Islam, yang menjadi penduduk asli itu, untuk mengungkapkan penolakan mereka terhadap penjajahan dan kelompok aggressor, dan agar menyerukan umat agamanya masing-masing supaya tidak bekerja sama dengan para penjajah. Selain itu DMIA juga mengajak mujahidin agar tidak membuka front sampingan dengan para penganut agama lain itu yang akan memecah konsentrasi umum terhadap jihad melawan penjajah.
Pasal 24
DMIA menganggap bahwa medan jihad yang pokok dalam memerangi Amerika dan sekutu-sekutunya dari bangsa Salib dan Zionis adalah Negara-negara kaum muslimin yang dijajah oleh para penjajah tersebut baik secara langsung maupun secara tidak langsung di mana di sana pasukan dan kamp-kamp militer mereka bercokol. Atau Negara-negara yang dilewati baik darat, laut maupun udaranya. Dan di mana di sana terjadi perampasan dan penjajahan ekonomi, tersebar berbagai lembaga penjajah yang bergerak dibidang keamanan, politik, kebudayaan dan lain-lain. Ini merupakan misi kaum penjajah yang harus dijadikan target operasi oleh mujahidin di seluruh Negara kaum muslimin.
Pasal 25
DMIA menganggap bahwa peperangan yang dilancarkan oleh DMIA pada dasarnya adalah terhadap Negara-negara yang masuk dalam persekutuan penjajah Salibis-Yahudi yang dipimpin oleh Amerika. Dan DMIA menganggap setiap Negara yang bekerjasama dengan mereka dalam urusan perang dan membantu mereka dalam memusuhi kaum muslimin, merupakan target operasi bagi DMIA, terutama adalah Negara yang tergabung dalam NATO yang memiliki kesepakatan pertahanan bersamanya. DMIA juga mengarahkan target operasinya kepada setiap Negara yang memusuhi kaum muslimin di negara manapun dan di tempat manapun. Adapun Negara-negara kafir yang tidak terlibat dalam memusuhi Islam dan kaum muslimin, maka bukanlah target operasi dan serangan bagi DMIA.
Pasal 26
DMIA menganggap bahwa pada dasarnya perang yang dilancarkannya adalah melawan pemerintahnya dan bukan melawan rakyatnya, sehingga ketika DMIA menganggap bahwa Negara-negara kaum muslimin itu merupakan medan jihad dan pertahaman utama, DMIA menyeru mujahidin agar melancarkan jihadnya melawan pemerintah dan Negara-negara penjajah, serta sekutu-sekutunya di Negara mereka, berdasarkan ketentuan-ketentuan dasar syar’i yang menjadi diperintahkan oleh kaidah-kaidah syariat Islam dan hukum-hukum jihad, dan dibangun berdasarkan hasil-hasil yang ditimbulkan oleh operasi, berupa maslahat dan mafsadat bagi Islam dan kaum muslimin. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah:
1. Tidak melancarkan serangan terhadap sasaran umum di Negara-negara yang memerangi Islam kecuali dalam batasan terror dan membalas dengan cara yang setimpal, dan tidak menjadikannya sebagai sasaran pokok dan medan jihad utama, karena medan jihad yang utama adalah mempertahankan negeri kaum muslimin.
2. Berhati-hati agar sebisa mungkin tidak membunuh kaum wanita dan anak-anak kafir, demikian pula orang-orang yang disebutkan dalam nash-nash syar’i agar tidak menjadikan mereka sebagai sasaran pembunuhan, seperti pendeta dan tempat-tempat ibadah, dan juga berhati-hati agar sebisa mungkin tidak membunuh orang-orang sipil yang tidak terlibat dalam perang, apabila mereka berada pada posisi terpisah, semaksimal mungkin.
Dan memfokuskan serangan pada saat melakukan penyerangan yang bertujuan terror dan membalas dengan cara yang setimpal di Negara mereka pada target-target militer, politik dan perekonomian, dengan tetap menjaga agar jangan sampai mengenai orang-orang yang bukan menjadi sasaran yaitu orang-orang yang telah disebutkan di atas, semaksimal mungkin.
Pasal 27
DMIA mengajak mujahidin, organisasi-organisasi jihad dan kelompok-kelompok perlawanan agar memfokuskan usahanya untuk menghadapi penjajah yang datang dari luar, dan tidak membuka front melawan pemerintah murtad dan pengkhianat yang ada di Negara-negara kaum muslimin, dalam suatu revolusi yang menyeluruh sesuai dengan pemikiran-pemikiran lama aliran jihad, meskipun kita telah yakin bahwa mereka telah murtad, dan hanya membatasi serangan kepada pentolan-pentolan kemurtadan dari kalangan pemimpin-pemimpin kekafiran, karena mereka melakukan kerjasama dengan kaum penjajah yang melakukan agresi dari luar. Itu semua tujuannya adalah untuk menyatukan seluruh kekuatan dalam mengusir penjajah yang mana setelah kita menang atas ijin Alloh, seluruh kelompok pengkhianat di negeri kita secara otomatis akan tumbang bersamaan dengan tumbangnya kaum pennjajah, insya Alloh.
Pasal 28
DMIA mengajak para ujahidin dan seluruh kelompok perlawanan agar tidak menyibukkan diri dengan perang terhadap fenomena-fenomena kerusakan, kefasikan, kemaksiatan, kebid’ahan, penyelewengan agama dan lain-lain yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, dengan menggunakan aksi-aksi jihad. Karena fenomena-fenomena ini merupakan penyakit yang secara otomatis muncul dengan berkuasanya para thoghut yang dipaksakan dan disokong oleh kekuatan kafir penjajah yang melakukan agresi dari luar. Dan hendaknya diperhatikan 3 perkara penting berikut:
1. Haramnya darah seorang muslim meskipun ia fasiq atau bermaksiat, berapapun banyaknya kefasikan dan kemaksiatan yang ia lakukan, selama ia belum kafir.
2. Pelaksanaan hukum hudud dan hukum-hukum syar’i terhadap indifidu-indifidu muslim yang melanggarnya merupakan hak seorang Imam syar’i yang memiliki kekuasaan, sementara sekarang tidak ada. Akan tetapi misi DMIA setelah berhasil mengusir penjajah adalah melaksanakannya hukum-hukum tersebut.
3. Sekarang ini targetnya dan kewajibannya yang paling utama adalah mengusir kafir penjajah dari Negara-negara kaum muslimin.
Pasal 29
Serangan Salibis terhadap Negara-negara kita, selain mengandalkan kekuatan militer yang mendukung dan berperang bersamanya, ia juga mengandalkan 2 pendukung penting, yaitu:
- Para da’i yang pro dengan penjajah, yang menyambut kedatangan mereka dan mendakwahkan pemikiran-pemikiran dan kebudayaan mereka, dan selalu memojokkan Islam dan para da’inya.
- Para penyeru yang menyerukan kepada kebejatan moral, kefasikan dan kedunguan, juga menyebarluaskan budaya ikhtilath (percampuran antara laki-laki dan perempuan), perzinaan dan perbuatan-perbuatan mesum dengan dalih kebebasan hak asasi manusia, dan hidup ala Amerika.
Mereka ini kebanyakan dari kalangan budayawan, penulis, pemikir, seniman, jurnalis, penyair, sastrawan dan tokoh-tokoh media …
DMIA mengajak seluruh mujahidin untuk menghabisi pentolan-pentolan para da’i yang pro penjajah tersebut dan pimpinan-pimpinannya. Juga pentolan-pentolan para penyeru yang menyerukan kepada kebejatan moral yang bekerja untuk menyebarluaskan perbuatan-perbuatan mesum di tengah-tengah orang-orang beriman.
Alloh ta’ala berfirman:
Dan jika mereka melanggar janji setelah mereka mengikatnya, dan mereka mencela agama kalian maka perangilah pemimpin-pemimpin kekafiran. (At Taubah: 12)
Dan Alloh ta’ala berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang ingin menyebarkan perbuatan mesum di tengah-tengah orang-orang beriman bagi mereka adalah siksa yang pedih. (An Nur: 19)